Rini Mujiarti
SMKN Klakah Jl.Raya randuagung no 17 klakah, lumajang
Guru BK untuk semua menjadi kata kunci bahwa peranan BK sangat luas, tidak hanya untuk siswa yang bermasalah melainkan untuk siswa yang berprestasi. BK peduli dengan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Motivasi belajar dan berprestasi yang disampaikan oleh guru menjadi bagian penting dalam perjuangan siswa meraih kebahagiaan. Berbagai metode pendekatan digunakan agar siswa tetap bersaing sehingga mampu menunjukkan jati dirinya sebagai pelajar yang pintar”. Pernyataan tersebut menguatkan pendapat Nursalim (2013:1) bahwa Bimbingan Konseling merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seorang guru bimbingan dan konseling (guru BK)/konselor dalam upaya memandirikan peserta didik. Potensi yang dimiliki oleh setiap siswa hendaknya mampu dikembangkan.
Permasalahan guru BK atau konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah menurut Tohirin (2013:26) muncul karena seringkali ditemukan fakta-fakta dimana guru BK atau konselor diserahi tugas mengusut perkelahian antar siswa, pencurian di kelas, mencari dan menginterogasi siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan menghukum terhadap siswa yang bersangkutan dan lain-lain. Guru sebagai polisi sekolah yang tugasnya menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan sekolah.
Selama ini menjadi guru BK terkesan ditakuti oleh siswa. Siapapun yang berhadapan dengan guru BK pastilah anak yang bermasalah. Tidak jarang guru BK yang menjadi petugas tata tertib di sekolah. Petugas yang memarahi dan menghukum siswa pelanggar tata tertib sekolah. Siswa yang keluar dari ruang BK seolah-olah dijadikan sebagai terdakwa dan seringkali mereka yang berhubungan dengan guru BK dikategorikan ”Nakal” yaitu siswa yang berperilaku sering bolos, terlambat, terlibat perkelahian, tawuran antar pelajar, merusak sarana sekolah dan lain sebagainya.
Paradigma lama bahwa siapapun siswa yang tercatat dalam ”Buku hitam” sekolah adalah menjadi tanggung jawab guru BK padahal peran guru BK sesungguhnya jauh lebih berarti dalam pembinaan karakter dan karier masa depan siswa. Pernyataan Prayitno dalam Tohirin (2013:27) bahwa tidak boleh ada diskriminasi terhadap siswa dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling. Semua siswa berhak atas pelayanan BK sehingga hendaknya guru BK memiliki kemampuan membuka hati dan membuka pintu selebar-lebarnya bagi semua siswa yang ingin memperoleh pelayanan BK.